Salah Kaprah Wacana Pengukuhan Iman



iqro3.blogspot.com - Berbicara wacana iman, Kebanyakan orang mengaku dirinya sudah beriman, padahal Alloh sudah berfirman terhadap nabi-Nya:


 وَمَآ أَكۡثَرُ ٱلنَّاسِ وَلَوۡ حَرَصۡتَ بِمُؤۡمِنِينَ 

Dan pada biasanya insan tidak akan beriman walaupun engkau sungguh menginginkan-nya”.(QS.yusuf;103)

Pada umumnya, doktrin yang dimiliki kaum mu’min bersifat global saja, sedangkan doktrin secara terang baik berupa ma’rifat, keilmuan, pengakuan, kecintaan, maupun wawasan wacana hal-hal yang dibawah oleh nabi, bekerjsama doktrin yang seperti ini cuma dimiliki oleh orang-orang tertentu dari umat islam dan orang-orang terdekat Rosululloh Sholallohu’alaihiwasalam, doktrin yang cocok merupakan doktrin yang dimiliki seumpama para kholifaturosyidin dan orang-orang yang mengikutinya.

Secara garis besar, doktrin yang dimiliki oleh penduduk pada biasanya merupakan ratifikasi bahwa adanya Alloh ta’ala selaku satu-satunya sang pencipta langit dan bumi, beserta semua yang ada didalamnya. Iman yang seumpama ini merupakan doktrin yang bahkan diyakini oleh para penyembah berhala sekalipun, baik dari kelompok Quraisy waktu itu ataupun yang semisalnya.

Sebagian orang ada yang beropini bahwa doktrin itu sekedar mengucapkan 2 kalimat syahadat, tanpa ada perbedaan apakah ucapan itu dibarengi amal atau tidak, apakah doktrin itu selaras dengan pembenaran hati atau tidak.

Sebagian lagi ada yang beropini bahwa doktrin cuma pembenaran dalam hati saja, walaupun ia mengerjakan dosa besar, mencaci Alloh dan Rosul-Nya, tetapi yang penting ia tetap meyakini keesaan Alloh dan Kenabian Rosul-Nya maka ia tetaplah seorang mukmin inilah rekomendasi murji’ah.

Sebagiannya lagi beropini bahwa doktrin itu merupakan mengingkari sifat-sifat Alloh yang seumpama dengan sifat insan seumpama misalnya istiwa (bersemayam) diatas Arys-Nya, obrolan Alloh dengan kalimat-kalimat dan kitab-kitabnya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, dll.. kelompok ini berpedoman pada rekomendasi orang-orang yang ragu-ragu dan skeptis, padahal mereka saling bertikai dan menyalahkan satu sama lainnya.

Sebagian yang yang lain menilai ratifikasi doktrin itu terletak pada upaya mengikuti kebiasaan dan tradisi nenek moyang dari para pendahulu mereka, yaitu dengan membenarkan seluruh rekomendasi mereka, bahkan doktrin mereka dilandasi oleh dua kepercayaan yang keliru:

1.  Bahwa yang demikian itu sudah ditegaskan oleh para moyang pendahulu mereka.

2. Apa-apa yang para leluhur kemukakan maka mereka percaya itulah yang benar.

Sebagian kelompok mengerti bahwa doktrin cuma sebatas pada nilai-nilai akhlaq yang mulia, pergaulan yang bagus dengan sesama, wajah yang berseri-seri, serta perilaku berbaik sangka terhadap setiap orang, dan mau memaafkan kesalahan mereka.

Disebagian kelompok ada yang mengerti bahwa doktrin itu merupakan menyingkir dari hiruk-pikuk dunia, serta membersihkan diri dari dunia dan bersikap zuhud terhadapnya, sehingga apabila mereka mendapati seseorang yang memiliki sifat demikian, maka mereka pun secepatnya mengangkatnya selaku pemuka masyarakat, walaupun ia tidak punya iman, baik dari sisi ilmu maupun amal.

Kelompok insan yang paling ekstrim merupakan orang-orang yang menyebabkan doktrin selaku ilmu wawasan semata, walaupun tidak dibarengi amal perbuatan didalamnya.

Maka kesimpulannya dari perenungan ini, ternyata setiap golongan insan diatas merupakan orang-orang yang tidak memedulikan hakikat iman, tidak mengerjakan iman, dan doktrin pun tidak bersemi dihati mereka, penyebab orang-orang berpendangan doktrin seumpama itu diantaranya:

·           Orang yang menyebabkan doktrin selaku sesuatu yang bertolak belakang dengan doktrin itu sendiri.

·           Orang yang menyebabkan doktrin selaku sesuatu yang tidak tergolong dalam klasifikasi iman.

·          Orang yang mendefinisikan doktrin dengan salah satu syaratnya, padahal dengan syarat itu saja hakikat    doktrin belum terpenuhi.

·    Orang yang mengsyaratkan didalam penerapan doktrin sesuatu yang justru bertolak belakang dan berseberangan dengannya.

·           Orang yang mensyaratkan dalam doktrin sesuatu yang tidak tergolong potongan darinya.[1]

 



[1] Dikutip dari ibnu qoyyim aljauzi, kitab fawaidul fawaid, Pustaka imam syafi’i, hal 413 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Add your comment