Panduan Mempelajari Ilmu Nahwu Dan Shorof


iqro3.bloogspot.com - Nahwu dan Shorof yakni salah satu ilmu dasar untuk mempelajari bahasa Arab, dan di sini kami akan menyebarkan Panduan Mempelajari Ilmu Nahwu dan Shorof, agar bermanfaat.

1.       Apa keyword yang mesti diamati dalam rangka menguasai ilmu nahwu dengan cepat?

“SISTEMATIS” Adalah keyword yang mesti diamati dalam rangka menguasai ilmu nahwu secara cepat, guru selaku orang yang mengajarkan mesti serius memperhatikan tindakan penyampaian materinya, karna kalau mengabaikan keyword ini maka akan berpengaruh pada lambatnya penguasaan ilmu nahwu, teladan “jika sang guru ingin mengajarkan cuilan mubtada-khobar, maka sang murid mesti mengerti dahulu wacana cuilan mudzakar-muannastnya, mutsanna-jama’nya, ma’rifah-nakirohnya, karna pembahasan wacana mubtada-khobar pastikan akan bersentuhan dengan 3 hal tersebut.

2.       Apa yang dimaksud dengan sistematis dalam mengajarkan atau mempelajari  materi ilmu nahwu?

Ada banyak penjelasan yang sanggup diajukan untuk mengurai makna sistematis dalam mengajarkan atau mempelajari ilmu nahwu, antara lain:

1.       “SISTEMATIS” sanggup diterjemahkan dengan: bahan wacana kalimat/kata (isim, fi’il, huruf) baik terkait dengan definisi, ciri-ciri dan pembagiannya mesti diajarkan apalagi dahulu secara tuntas sebelum mempelajari bahan wacana ‘irob, baik terkait dengan definisi, macam, jenis, marfu’atul asma, mansubatulasma, majrurotul asma, mesti apalagi dahulu dikuasai secara tuntas sebelum masuk pada pembahasan jumlah, mengabaikan urutan bahan sebagaimana diatas bermakna tidak sistematis.

2.       “SISTEMATIS” sanggup juga diterjemahkan dengan:

Materi prasyarat mesti diajarkan apalagi dahulu sebelum masuk pada bahan inti, tidak mengajarkan bahan prasyarat apalagi dahulu bermakna tidak sistematis.

3.       Apa yang dimaksud dengan “materi prasyarat” dan “materi inti”?

Materi prasyarat yakni bahan yang harus  dikuasai  sebelum masuk pada meteri inti lantaran ia berfungsi selaku dasar dari bahan inti.

Materi inti yang tidak didasari dengan bahan prasyarat akan menyebabkan target pencapaian menjadi terkendala.

MATERI PRASYARAT :

·         Pembagian jumlah

·         Pembagian kalimat

·         Unsur kalimat

·         Pembagian isim

·         Pembagian fi’il

·         Pembagian huruf

·         Isim mufrod, mustanna, jama’

·         Muannast, mudzakar

·         Ma’rifat, nakiroh

·         Pembagian ma’rifah

·         Idhofah

·         Pembagian idhofah

·         Syarat idhofah

·         Isim sifat

·         Pembagian isim sifat

·         Isim fa’il

·         Isim maf’ul

·         Sifat mushabbahah bi’ismil fail

·         Shighoh mubalaghoh

·         Isim isyaroh

·         Isim maushul

·         Isim mangqus, isim maqsur

·         Isim tafdhil

·         Isim ‘adad

·         Ma’mul dan ‘amil

·         Mu’rob dan mabni

·         Isim dhomir

·         Pembagian isim dhomir

MATERI INTI:

·         Tanda i’rob

·         Pembagian i’rob

·         Pembagian marfu’atul asma

·         Mubtada-khobar

·         Musawighot khobar muqoddam

·         Fail

·         Naibul fa’il

·         Isim kaana wa akhwatuha

·         Khobar inna wa akhwatuha

·         Tawabi’ marfu’aat

·         Pembagian mansubatul asma

·         Maf’ul bih

·         Maf’ul li ajlih

·         Maf’ul mutlaq

·         Maf’ul ma’ah

·         Maf’ul fiih

·         Mustastna

·         Isim Inna wa akhwatuha

·         Khobar Kaana wa akhwatuha

·         Isim La linafyil jinsi

·         Hal

·         Tamyiz

·         Munada

·         Tawabi’ manshuubat

·         Pembagian majrurotul asma

·         Majrur bi hurf jar

·         Majrur bil idhofah

·         Tawabi’ majruurot

·         Macam-macam tawabi

·         Pembagian Badal

·         Pembagian Na’at

·         Pembagian Tauqid

·         Pembagian ‘Athof

MATERI MUHIMMAH

·         Al-asma al-amilah ‘amalal fi’li

·         Jumlah laha mahalun minal i’rob

·         Jumlah la mahalla laha minal i’rob

·         I’malul masdar

·         Al-asmaul khomsah

·         Tanwin ‘iwad

·         Ta marbuthoh

·         Pembagian fungsi man

·         Pembagian fungsi ma

·         Pembagian fungsi lau

·         Tentang kombinasi kemungkinan bacaan yang dimiliki oleh lafadz In

·         Pembagian fungsi ن

·         Tentang abjad la yang masuk pada kalimah isim, fi’il, huruf

·         Tentang syarat

·         Tentang rancangan حيث

·         Tentang rancangan قبل dan بعد

·         Tentang rancangan نعم dan بئسى

·         Tentang pembagian fungsi كم

·         Tentang pembagian tasyrif pada 22 wazan beserta fawaid dan fungsinya 

4.       Bagaimana bentuk aplikasinya?

Materi wacana fa’il tergolong bahan inti, maka bahan prasyarat yang mesti dikuasai sebelum membahas duduk masalah fa’il yakni cuilan fi’il ma’lum dan fi’il majhul, akseptor didik tidak akan bisa membedakan antara fa’il dan naibul fa’il kalau akseptor didik tidak diajarkan dahulu rancangan fi’il ma’lum dan majhul, karna isim yang jatuh stelah fi’il mesti dibaca rofa’ baik berupa fa’il atau pun naibul fa’il, tergantung kondisinya kalau yang jatuh sebelumnya yakni fi’il ma’lum maka stelahnya yakni fa’il sedangkan kalau yang jatuh sebelumnya yakni fi’il majhul maka setelahnya yakni naibul fa’il.

Materi wacana mubtada tergolong bahan inti, maka bahan prasyarat yang mesti dikuasai oleh akseptor didik yakni cuilan ma’rifah-nakiroh, mufrod-tasniyah-jama’, mudzakar-muannast. Karna mubtada mesti berupa isim ma’rifah, sedangkan isim nakiroh tidak bisa menjadi mubtada terkecuali ada musawighot, ditambah lagi antara mufrod-tasniyah-jama’nya, mudzakar-muannastnya juga mesti berkesesuaian dengan khobarnya.

Materi na’at dan man’ut tergolong dalam katagori bahan inti, bahan prasyarat yang mesti dikuasai oleh akseptor didik yakni cuilan ma’rifah-nakiroh, mufrod-tasniyah-jama’, mudzakar-muannast, dan isim sifat. Karna yang menjadi na’at mesti berupa isim sifat, yang memiliki kesesuaian antara na’at dengan man’utnya dalam hal nakiroh-ma’rifahnya, muannast-mudzakarnya, mufrod-tasniyah-jama’nya.

Itulah pentingnya mendahulukan penguasaan bahan prasyarat sebelum memasuki bahan inti.

5.       Bagaimana tahapan menimba ilmu ilmu nahwu?

Ada 3 tahapan yang niscaya akan dilalui oleh setiap akseptor didik dalam mempelajari ilmu nahwu:

·         الحفظ (menghafal)

Materi nahwu memang sungguh banyak tetapi terbatas, oleh lantaran itu memungkinkan untuk dihafal sang murid dengan alokasi waktu 1 jam perhari insyaalloh selesai dalam kurun waktu 1 tahun, pada tahapan ini sang murid akan mencicipi fase kurangnya mengerti bahan yang dihafalnya, realita seperti ini ialah segi kewajaran lantaran mengerti baca kitab memerlukan proses yang cukup panjang.

·         الفهم (memahami)

Setelah sang murid menyelesaikan fase alhifdzu, maka masuklah pada tahapan selanjutnya yakni mengerti bisa dengan 2 cara:

1.       Dengan mengajarkannya terhadap akseptor baru, sesuai kaidah santri dipesantren “lek awak mu kepengen faham ngajaro”.

2.       Dengan cara mengambarkan aplikasinya didalam teks arab, baik yang berharokat maupun yang kitab gundulan, hal ini dijalankan oleh tutor terhadap akseptor didik dengan menanyakan kedudukan kalimat yang dibacanya, kemudian sang tutor meluruskan dan menyediakan keterangannya, hal ini dijalankan ditahun kedua.

·         التطبق (menerapkan)

Hal ini dijalankan secara serius disaat akseptor didik dianggap sudah hafal dan faham semua bahan yang sudah diajarkan, tahapan ini yakni tahapan dimana akseptor didik dipaksa untuk bisa menerapkan bahan ilmu nahwu terhadap mufrodzat yang sudah dihafalnya, hal ini dijalankan dengan cara sang akseptor didik membacanya dan menganalisanya sendiri terkait “apa ‘irobnya, apa tandanya, kenapa penyebabnya, apa maksud pemahamannya”, akseptor mesti senantiasa berdampingan dengan kamus.

6.       Apa hal lain yang perlu diamati dalam rangka mengusai ilmu nahwu?

Hal yang perlu diamati dalam rangka menguasai ilmu nahwu yakni mengerjakan penilaian dan klarifikasi, apakah bahan yang sudah saya hafal masih ada dibenak atau sudah lupa?, penilaian dijalankan dengan bertanya terkait materi-materi yang sudah diajarkan, setidaknya dijalankan setiap sepekan sekali dan sungguh bagus bila dijalankan setiap hari, keteledoran sang guru dalam mengevaluasi hafalan muridnya akan berpengaruh terkadang yang dikuasai cuma tinggal bahan terakhir saja, sedangkan bahan permulaan yang dahulu diajarkan dilupakannya begitu saja.

7.       Bagaimana persepsi anda wacana ilmu shorof?

Bagi seorang pemula, ilmu shorof kelihatannya lebih banyak mengarah pada keahlian dibandingkan pada kemampuan, oleh lantaran itu kian sering diulang, maka kian besar harapannya untuk memiliki keahlian mentasyrif, karna ilmu shorof lebih mengarah pada keahlian bukan kemampuan, maka anak kecil pun memungkinkan untuk bisa mentasyrif fi’il.

8.       Kapan akseptor didik dianggap menguasai ilmu shorof?

Dianggap menguasai ilmu shorof:

·         Terampil mentasyrif dengan tasyrif istilahi

·         Terampil mentasyrif dengan tasyrif lughowi

·         Memahami dan mengerti fungsi shighot dan fawaidul ma’na

9.       Apa yang mesti diamati dalam rangka menimba ilmu mentasrif fi’il dengan tasrif istilahi dan tasrif lughowi?

Harus lebih memprioritaskan fi’il yang mazid ketimbang fi’il yang mujarod, fi’il mujarod cuma cukup dikenalkan dan dipelajari karakternya, fi’il mujarod tidak perlu dibebankan untuk dihafalkan oleh akseptor didik.

Penekanan hafalan secara ekstrim difokuskan pada fi’il mazid, baik berupa komplemen bi harfi, biharfaini, bi tsalasatu ahrufin.

Hal ini dikarnakan mengingat sifat dasar dari fi’il mujarod yakni sama’i, yang tidak memungkinkan menyebabkan wazan selaku tutorial untuk mentasyrif mauzun, sementara sifat dasar dari fi’il mazid yakni qiyasi yang memungkinkan untuk menyebabkan wazan selaku tutorial untuk mentasyrif mauzun.

10.   Apa yang dimaskud dengan tahapan “Ta’wid”?

Yang dimaksud tahapan ta’wid yakni tahapan pembiasaan, tujuannya setiap akseptor yang gres saja mengenal tasyrif tidak diwajibkan untuk menghafalkan tasyrif, mereka cuma diwajibkan untuk mengikuti bacaan dengan lantang, kurang lebih selama 15 menit sebelum bahan nahwu disampaikan, hal ini apabila dilaksanakan selama 2-3 bulan maka akseptor didik mereka akan sudah biasa mentasyrif baik yang berupa istilahi maupun lughowi.

11.   Apa yang dimaksud dengan tahapan “Tahfidz”?

Pada tahapan ini para akseptor didik mulai menghafal wazan yang saban hari dibaca bareng pada fase sebelumnya, tahapan ini tidak terlampau mengkonsumsi waktu usang lantaran para akseptor sudah sudah biasa melafadzkannya difase ta’wid.

12.   Apa yang dimaksud dengan tahapan “Tadrib”?

Setelah melawati tahapan membiasakan kemudian menghafal, maka pada tahapan ini para akseptor didik diwajibkan untuk sudah biasa melatih kesanggupan qiyasinya dalam mentasyrif setiap fi’il pada setiap wazan yang sesuai, atau menguji kesesuaian sighot pada wazan yang diseleksi oleh penguji.

13.   Apa hal lain yang perlu diamati dalam rangka menimba ilmu tasrif?

Hal lain yang perlu diamati yakni rancangan wacana wazan, wazan dilarang dibatasi pada wazan فعل saja, waazan secara aplikatif mesti dikembangkan pada fi’il-fi’il yang mewakili bina , baik yang berupa bina Salim, Mudho’af, Mahmuz, Mitsal, Ajwaf, Naqish, Lafif.[1]

 



[1] KH.Dr. Abdul Harist M,Ag. Buku Tanya-Jawab Nahwu-Shorof, Metode Al-Bidayah Jember, Edisi Revisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Add your comment