Kisah Singkat Sahabat Nabi ABU UBAIDAH bin JARRAH - Sahabat inilah yang pertama-tama dijuluki selaku pemimpin dari para pemimpin (
Amirul Umara). Dialah orang yang diandalkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selaku tangan kanannya. Seperti Rasulullah pernah bersabda tentang dirinya,
"Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang keyakinan umat ini yakni Abu Ubaidah bin al-Jarrah." (HR. al-Bukhari Muslim, dari Anas bin Malik
Radhiyallahu 'anhu)
Orang Kepercayaan inilah yang disebut-sebut Al-Faruq radhiallahu 'anhu pada di saat akan menghembuskan nafas terakhirnya, "Seandainya Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
radhiyallahu 'anhu masih hidup, tentu saya menujuknya selaku penggantiku. Jika Rabb-ku mengajukan pertanyaan kepadaku wacana dia, maka saya akan menjawab, "Aku sudah menunjuk keyakinan Allah dan keyakinan Rasul-Nya selaku penggantiku."
Nama lengkap Abu ubaidah bin Al-Jarrah yakni Amir bin Abdullah bin al-jarrah bin Hilal al-Fahry al-Qursy, ia masuk islam melalui perantaraan Ash-Shiddiq di masa-masa permulaan islam sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk Darul Arqam. Ia berhijrah ke Habasyah yang kedua, kemudian kembali untuk bangun di samping Rasulullah dalam perang Badar. Ia mengikuti pertempuran seluruhnya, kemudian melanjutkan banyak sekali pertempuran bareng Ash-Shidiq dan Al-Faruq radhiallahu 'anhu.
Sikap yang ditunjukkannya dalam perang Uhud menerangkan terhadap kita bahwa ia sungguh-sungguh keyakinan umat ini, di mana ia tetap menebaskan pedangnya yang terpercaya terhadap pasukan kaum paganis. Setiap kali suasana dalam pertempuran mengharuskannya jauh dari Rasulullah, maka ia berperang sembari kedua matanya memperhatikan di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertempur juga.
Di salah satu pertempuran dimana Abu ubaidah radhuallahu 'anhu dikepung oleh segolongan kaum musyrikin. Abu ubaidah radhuallahu 'anhu kehilangan kesadarannya, di saat menyaksikan anak panah meluncur dari tangan orang musyrik kemudian tentang Rasulullah, ia kemudian menyerang orang-orang yang mengepungnya dengan pedangnya seperti dirinya memegang seratus pedang, sehingga menghasilkan para kaum musyrikin tercerai berai. Lantas ia berlari menuju Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia menyaksikan dari ia yang suci mengalir dari wajahnya, dan menyaksikan Rasulullah mengusap darah itu dengan tangan kanannya seraya bersabda,
"Bagaimana akan mujur suatu kaum yang melumuri paras Nabi mereka, padahal dia menyeru terhadap Rabb mereka." (lihat, Tafsir al-Qurthubi, 4/ 199)
Pada di saat utusan Katolik dari Yaman tiba untuk menyatakan keislaman mereka, dan meminta terhadap Nabi Muhammad agar mewakilkan bareng mereka orang yang mengajarkan terhadap mereka Alquran, Sunnah, Islam, dan sanggup menjadi hakim bagi beberapa kasus kepemilikan yang memicu perseteruan di antara mereka, maka Rasulullah menyampaikan terhadap mereka,
"Aku sungguh-sungguh akan mewakilkan bareng kalian seorang lelaki yang sungguh sanggup dipercaya, sungguh-sungguh orang yang sanggup dipercaya, sungguh-sungguh orang yang sanggup dipercaya, sungguh-sungguh orang yang sanggup dipercaya." (Thabaqat ibn Sa'd, 3/ 314)
Semua teman dekat berharap bahwa dialah yang bakal diseleksi Rasulullah. Ternyata persaksian ini menjadi keberuntungannya.
Umar bin Khattab mendengarnya, kemudian mengisahkan, "Aku berangkat lebih permulaan untuk shalat Dzuhur berjamaah dengan akulah orang yang Rasulullah maksudkan itu. Manakala Rasulullah selesai menjalankan shalat Dzuhur, ia mengucapkan salam, kemudian menatap ke kanan dan ke kiri. Aku menegakkan punggungku agar ia melihatku. Tapi ia terus megarahkan pandangnya sampai menyaksikan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Kemudian ia memanggilnya seraya bersabda,
"Keluarlah bareng mereka. Putuskan kasus di antara mereka dengan haq dalam segala hal yang mereka perselisihkan."
Akhirnya, Abu Ubaidah radhiallahu 'anhu pergi bareng mereka.
Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Abu Ubaidah radhiallahu 'anhu berjalan di bawah panji islam. Sekali waktu ia bareng para pasukan biasa, dan pada lain peluang bareng para panglima. Sampai datanglah masa Umar radhiallahu 'anhu, ia menjabat selaku panglima pasukan Islam di salah satu pertempuran besar di Syam. Ia mendapat kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam pertempuran ini, sampai ia menjadi hakim dan gubernur negeri Syam, dan perintahnya ditaati.
Amirul Mu'minim Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhu mengunjungi Syam, dan mengajukan pertanyaan terhadap orang-orang yang menyambutnya, "Di manakah saudaraku?" kemudian mereka bertanya,"Siapa??" Ia menjawab, "Abu Ubaidah bi al-Jarrah." Ketika Abu Ubaidah radhiallahu 'anhu datang, umar kemudian memeluknya. Kemudian mereka pergi kedalam rumah. Di dalam rumah tersebut, Umar tidak menyaksikan sedikit pun perkakas rumah tangga, kecuali padang, perisai, dan untanya. Lalu Umar radhiallahu 'anhu bertanya terhadap Abu Ubaidah sembari tersenyum, Mengapa engkau tidak punya sesuatu untuk dirimu sebagimana dijalankan orang lain?" Abu Ubaidah radhiallahu 'anhu menjawab, "Wahai Amirul Mu'minin, inilah yang sanggup mengantarkanku ke akhirat."
Pada Suatu hari, pada di saat Al-Faruq Umar bin al-Khathtab radhiallahu 'anhu berada di Madinah, seorang memamerkan kabar bahwa Abu Ubaidah sudah meninggal dunia. Mendengar hal itu, Al-Faruq radhiallahu 'anhu memejamkan kedua matanya dalam kondisi sarat air mata. Air mata pun mengalir, kemudian dia membuka kedua matanya, dalam kepasrahan ia memohon rahmat Allah untuk sahabatnya, seraya berkata, "Seandainya saya boleh berangan-angan, maka saya cuma mengangankan suatu rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu Ubaidah."
Kepercayaan umat itu sudah meninggal dunia di atas bumi yang sudah dibersihkannya dari orang-orang Persia yang beragama Majusi dan dari keangkara murkaan Romawi.
Sumber : diambil dari banyak sekali sumber.
Sekian dan Terima kasih !!